SEMARANG, Merdekapostnews.top
Gubernur Jawa Tengah siang tadi menerima perwakilan para mitra ojek online. Dengan tegas, penuh keyakinan bahwa keadilan tak sekadar jargon. Tujuh belas orang wakil Garda Soloraya memasuki ruangan rapat lantai dua Gedung A dengan satu tujuan, memastikan suara mereka tak lagi menjadi gema kosong di balik layar aplikasi. Suasana hening sejenak, lalu seruan bakal tuntutan menggema sebelum pintu tertutup rapat, Jumat 12/09/2025.
Ketua Umum Garda, Ramadan Bambang Wijanarko atau akrab disapa Uye, menghangatkan suasana rapat dengan nada serius. Ia menegaskan bahwa status pengemudi roda dua harus segera diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub). Ribuan mitra selama ini hidup di ambang ketidakpastian karena tak ada kepastian tarif, jaminan asuransi, dan perlindungan sosial. “Kami datang bukan sebagai tamu istimewa, tapi sebagai pekerja yang menuntut tempat setara di bawah hukum,” ujarnya.
Poin pertama tuntutan Garda Soloraya tak bisa ditawar Pergub wajib mengatur hak dan kewajiban mitra ojek online. Uye memaparkan bahwa tanpa aturan provinsi, mitra akan terus terombang-ambing. Tarif berubah tanpa sosialisasi, jaring pengaman sosial cuma janji manis, dan kejadian kecelakaan sering meninggalkan beban biaya di pundak pengemudi. “Regulasi ini harus hadir sebelum musim hujan datang dan menenggelamkan penghasilan kami,” tambahnya dengan sorot mata menuntut kepastian.
Saat dialihkan ke poin kedua, udara di ruangan semakin tegang. Garda Soloraya menuntut sanksi tegas bagi aplikator yang melanggar. Uye merinci modus operandi perusahaan platform, pembatalan sepihak tanpa kompensasi, algoritma yang ditutup rapat, dan insentif tak jelas dasar perhitungannya. Ia menolak peringatan normatif yang hanya menuliskan angka-angka di atas kertas. “Kami perlu ancaman nyata, denda administratif, penghentian layanan sementara, hingga pencabutan izin operasional,” tegasnya.

Gubernur menanggapi paparan itu dengan khidmat, sesekali mengangguk dan mencatat poin penting. Ia menyadari bahwa mitra ojek online sudah menjadi urat nadi mobilitas di berbagai wilayah. Namun ia juga mengingatkan bahwa Pemprov Jawa Tengah harus menyeimbangkan kebijakan dengan regulasi nasional, termasuk Peraturan Menteri Perhubungan dan ketentuan Kementerian Komunikasi. Di situasi yang kompleks, ia menegaskan komitmen untuk mencari titik temu.
Dalam dialog lanjutan, terbuka paparan langkah-langkah teknis penyusunan Pergub. Tahap awal dimulai dari identifikasi karakteristik operator lokal dan sebaran mitra di setiap kabupaten atau kota. Dilanjutkan sinkronisasi dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Peraturan Menteri Perhubungan. Terakhir, public hearing yang melibatkan serikat pekerja ojek online, perusahaan aplikasi, hingga akademisi transportasi. Semua pihak sepakat naskah awal harus dirampungkan secepatnya.
Sesi pertemuan selanjutnya akan difokuskan pada mekanisme penindakan terhadap pelanggaran aplikator. Pemerintah Provinsi menjanjikan audit compliance platform, verifikasi algoritma, pengecekan dokumen asuransi mitra, dan wawancara dengan sampel pengemudi. Bila ditemukan pelanggaran berat, seperti potongan komisi di luar kesepakatan atau manipulasi data perjalanan, sanksi administratif akan dijatuhkan. Denda hingga teguran tertulis di atas meja, bahkan moratorium pendaftaran mitra baru dapat diterapkan.

Uye menyambut baik rencana tersebut, tapi menuntut laporan audit yang transparan dan bisa diakses publik. Tanpa itu, sanksi hanya akan menjadi bayangan kosong. Ia meminta timeline tegas: kapan audit dimulai, kapan sanksi dieksekusi, dan indikator evaluasi yang jelas. “Kami tidak butuh simpati. Kami butuh bukti tertulis, waktu pasti, dan hasil terukur,” katanya di hadapan Gubernur dan jajaran Dinas Perhubungan.
Keluar dari ruangan rapat, wajah para perwakilan Garda Soloraya memancarkan harapan dan kewaspadaan. Mereka berbicara tentang kepastian tarif terendah dan tertinggi, mekanisme kompensasi saat cuaca ekstrem, dan literasi digital bagi mitra. Bagi mereka, Pergub bukan sekadar dokumen kebijakan, melainkan kunci bagi profesi yang selama ini dipandang sebelah mata untuk diakui sebagai pekerjaan setara sektor formal.
Tantangan terbesar kini adalah memastikan implementasi konsisten di seluruh kabupaten/kota. Garda Soloraya berikrar membantu Dinas Perhubungan setempat, mengorganisir forum mitra untuk mencatat pelanggaran lapangan, hingga menyelenggarakan pelatihan advokasi regulasi. Mereka yakin sinergi bottom-up dan top-down bisa menutup celah hukum yang kerap dimanfaatkan aplikator. Lebih jauh, proses ini akan menjadi pilot project bagi provinsi lain.
Pertemuan siang itu menandai babak baru dalam perpolitikan ojek online di Jawa Tengah. Garda Soloraya telah memaksa kebijakan keluar dari balik kode aplikasi dan masuk ke ruang kebijakan publik. Bila semua janji dalam Pergub terealisasi sesuai jadwal, kesejahteraan mitra ojek online akan melesat. Ruang negosiasi kini berada di meja pemerintah, bukan hanya di lobi perusahaan teknologi.
Dengan optimisme yang membara, Uye menutup pertemuan, menegaskan komitmen kolaborasi, dan mengundang partisipasi pemerintah daerah serta mitra. Ia berpesan agar langkah nyata tak berhenti di sini. Garda Soloraya akan memperkuat jaringan advokasi desa-kota, mengawal setiap pasal Pergub, dan memastikan bahwa setiap motor yang mengantar penumpang di jalanan Jawa Tengah dilindungi oleh regulasi adil serta aplikator yang bertanggung jawab. Perjalanan panjang ini baru dimulai.
(Pitut Saputra)













